GP Jamu – Kamis, 17 Juli 2025, BPOM menyelenggarakan sosialisasi Peraturan BPOM Nomor 16 Tahun 2025. Isinya tentang Pengawasan Sediaan Farmasi dan Pangan Olahan Melalui Peran Serta Masyarakat. Regulasi ini diterbitkan sebagai respons atas maraknya ulasan masyarakat di media sosial terkait produk obat, suplemen, kosmetik, dan pangan olahan, yang sering kali mengandung informasi tidak akurat atau menyesatkan.
Sosialisasi ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang beberapa hal. Yakni, bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan produk; tata cara penyampaian informasi dan laporan; proses verifikasi dan evaluasi oleh BPOM, dan etika dalam menyebarluaskan informasi kepada publik.
Acara sosialisasi berlangsung di Aula Gedung Bhinneka Tunggal Ika, Badan POM Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat 10560. Acara terbuka untuk umum dan melibatkan akademisi, pelaku usaha, tokoh masyarakat, hingga influencer. Diharapkan kegiatan ini mendorong terbentuknya budaya pengawasan yang kolaboratif, edukatif, dan bertanggung jawab demi perlindungan konsumen.
Hadir dalam acara tersebut Sekjen GP Jamu Abah Fajar. Beliau hadir mewakili Ketua Umum GP Jamu yang berhalangan memenuhi undangan dari Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional Suplemen Kesehatan dan Kosmetik itu.
“Aturan ini berlaku umum untuk masyarakat, peran serta masyarakat. Jadi jangan langsung di-judge bahwa ini khusus tentang influencer. Enggak. Influencer bagian dari masyarakat luas,” ujar Kepala BPOM, Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Blomed., Ph.D di acara tersebut.
Lebih lanjut Taruna Ikrar menjelaskan bahwa influencer, orang biasa atau siapapun yang menjadi bagian dari masyarakat luas boleh mereview (mengulas) sebuah produk. Mereka boleh melakukan ulasan sebuah produk –obat, suplemen, kosmetik, dan pangan olahan– asalkan memenuhi 3 persyaratan.
Yang pertama, dia memiliki kompetensi. Jika dia mengulas sebuah produk –misal kosmetik– dia harus memiliki kemampuan penguasaan tentang kosmetik.
Yang kedua, dia memiliki ilmu terkait produk yang diulas. Ini dibutuhkan agar masyarakat sebagai konsumen tidak mendapatkan pemahaman yang menyesatkan tentang hasil review sebuah produk. Mengklaim sebuah obat berkhasiat tanpa didasari ilmunya.
Yang ketiga, harus ada pernyataan dari yang mereview bahwa hasil ulasannya tidak ada konflik kepentingan pribadi. Semisal dia tidak dibayar untuk menjatuhkan produk lain.
“Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya kepada Badan POM, khususnya kepada Kepala BPOM, yang selama ini telah melibatkan GP Jamu dalam berbagai kegiatan strategis. Bukan hanya dalam sosialisasi seperti hari ini, tetapi juga dalam proses penyusunan regulasi melalui forum konsultasi publik, serta dalam program peningkatan kapasitas pelaku usaha, baik industri maupun UMKM,” komentar Sekjen GP Jamu, Abah Fajar atas acara sosialisasi tersebut. “GP Jamu mendukung penguatan sistem pengawasan terhadap sediaan farmasi (obat, kosmetik, dan obat bahan alam) serta pangan olahan yang beredar di masyarakat melalui PerBPOM No.16 tahun 2025 ini.”